Pesawat Adam Air yang saya tumpangi bersama Tammy teman semilis di highcamp mendarat mulus di Bandara Tabing Padang. Hari masih pagi, sekitar jam 08.00, kami berdua langsung menuju Minang Plaza sebuah shooping mall di kota Padang karena kami berdua akan janjian bertemu dengan dua orang anggota tim perjalanan pendakian kali ini yaitu Kang Ronny dari milis highcamp Bandung dan Lastri dari milis highcamp Batam. Kami berempat akan mendaki Gunung Talamau yang merupakan gunung tertinggi di Sumatera Barat. Gunung mempunyai banyak keistimewaan baik dari objek wisata alamnya maupun cerita mitos yang dipunyainya membuat gunung ini sedikit berbeda dengan gunung lainnya di Indonesia. Dipuncak gunung ini kita bisa menemukan 13 telaga dan juga sebuah air terjun besar yang berada di pinggang gunung ini. Nama-nama telaga yang ada dipuncak ini pun juga diberi nama dengan nama-nama putri kerajaan Minang Kabau dahulu kala yang berkaitan dengan sejarah daerah Pasaman.
Setelah cukup lama menugu akhirnya berturut-turut Kang Ronny, Lastri muncul, dengan bantuan dari moderator milis highcamp Padang, Maryulis Max akhirnya kami mendapatkan mobil carteran langsung menuju Pasaman tepatnya menuju Desa Pinaga dimana titik awal pendakian dimulai. setelah 4 jam mengedarai mobil, sekitar jam 16.15 kami sampai di Desa Pinaga, desa ini terletak di jalan raya yang menghubungkan Panti dan Simpang Empat. Karena masih sore kami tidak ingin membuang waktu segera kami mulai perjalanan pendakian menuju Pos II Harimau Campo, tempat dimana kami akan mendirikan tenda dan bermalam. Medan pendakian dari Desa Pinaga hingga Pos II merupakan daerah perladangan penduduk. Gunung Talamau ini memang tidak begitu tinggi, ketinggiannya hanya 2912m dpl. Akan tetapi pendakian dimulai dari ketinggian 287m dpl yaitu Desa Pinaga. Sehingga membuat gunung ini punya tantangan tersendiri untuk didaki. cukup lama kami mendaki dan sekitar jam 18.30 sore akhirnya kami sampai di Pos II Pondok Harimau Campo. Tidak ada siapa-siapa disana, segera tenda didirikan, ternyata di pos ini tidak ada sumber air, sedangkan air terjun Puti Lenggo Geni terletak sedikit jauh turun kearah lembah. akhirnya kami memutuskan untuk tidak memasak makan malam, kami hanya memakan roti dan segera tidur karena badan cukup letih usai perjalanan. Saya sebelum tidur menyempatkan diri untuk mengirimkan email pada milis highcamp yang melaporkan perkembangan perjalanan kami. Kebetulan di Pos II ini sinyal HP masih bagus sehingga memungkinkan saya untuk melakukan koneksi ke Internet.
Pagi harinya Kang Ronny pergi turun mengambil air, dan setelah memasak nasi dan makan dengan lauk rendang yang dibeli oleh Kang Ronny di Simpang Empat kemaren kami pun mulai mendaki menuju puncak Talamau. Hari ini target kami adalah sampai Pos IV yaitu Pos Bumi Sarasah. Saya telah siap dengan gaiter anti pacet yang saya sengaja pesan khusus pada Mas Iwan Reptil dan juga dikantong celana saya telah siap "Pacet Repelent" sebuah hasil pemikiran inovatif berupa sebuah botol spray berisikan air sabun deterjen yang nantinya akan disemprotkan pada setiap pacet yang hinggap di kaki agar mudah membuangnya.
Benar saja saat kami meninggalkan kawasan Harimau Campo, mulailah para mahluk kecil penghisap darah itu menjalar dikaki kami, sesekali terdengar ceritan kecil Lastri dan Tammy yang geli karena para pacet mulai mengerayangi mereka, sementara saya tetap anteng melangkah karena kaki saya telah terlindung oleh gaiter yang menutup rapat kaki hingga dengkul, dan sesekali saya semprotkan "Pacet Repelent" pada pacet yang mulai mencoba naik hingga diatas dengkul saya, dan merekapun berguguran terkena air mengandung deterjen tersebut. Jalan setapak menuju Pos III Rindu Alam. terasa panjang dan berputar-putar, medannya masih mendatar dan sesekali ada tanjakan curam. Gunung Talamau ini memang gunung yang jarang sekali didaki, ini terlihat dari jalan setapak yang terkadang sudah tertutup oleh pohon kecil atau semak belukar. Sekitar jam 13.00 siang akhirnya kami sampai di Pos III dan kamipun mengisi perbekalan air di pos ini. setelah berhenti sejenak sembari makan snack siang perjalanan dilanjutkan, untuk mencapai Pos IV Bumi Sarasah. Keadaan jalan setapak mulai mendaki curam dan lebih parah lagi jalan setapak yang sering tiba-tiba menghilang, sehingga membuat kami extra hati-hati saat melewati jalan setapak yang tidak begitu jelas atau sudah tersamar pohon rubuh, daun kayu serta semak belukar. Saat kami tengah bergelut dengan tanjakan curam, tiba-tiba pohon seperti bergoyang dan tanahpun bergoyang kencang, rupanya ada gempa saya berusaha mengamati sekeliling takut jika ada pohon yang tumbang. beberapa kali terjadi gempa selama kami mendaki melewati medan pendakian menuju Pos IV ini. Bahkan sewaktu kami nenda di Pos IV malam hari serta pagi harinya pun terjadi gempa. Dihati kami bertanya-tanya apakah gempa tresebut telah menimbulkan tsunami lagi di bumi Sumatera ini?? Mudah-mudahan tidak.Saat menjelang pos IV Kang Ronny yang berjalan paling depan berteriak kalau jalan setapaknya hilang dan buntu, nah..lho...!!! kamipun berusaha mengurut lagi jalan setapak yang sebelumnya kami lewati, akhirnya ketemu juga jalan yang benar, jalan tersebut telah tertutup oleh kayu, dan semak belukar sedangkan jalan buntu yang telah ditempuh Kang Ronny tadi rupanya jalan setapak binatang yang mirip jalan setapak pendakian. Sekitar jam 18.30 sore kamipun sampai di Pos Bumi Sarasah, segera kami dirikan tenda dan mengganti baju yang telah basah kuyup oleh keringat. Saya merasa sedikit tidak enak badan rupanya saya masuk angin gara-gara baju yang basah kuyup oleh keringat dan telat menggantinya. Akhirnya saya tidur saja dan rencana untuk masak makan malam yang enakpun terpaksa tidak jadi saya lakukan karena saya harus sedikit tidur agar kondisi saya fit, setelah makan indomie telor lengkap dengan sayur bikinan Tammy saya pun terlelap dalam sleeping bag.
Pagi saya terbangun saat mendengar semilir air sungai dekat Pos IV ini, badan saya terasa segar setelah tidur lelap semalam. Segera saya menebus janji buat teman-teman dengan memasakan mereka nasi goreng sosis, setelah matang nasi goreng tersebut langsung ludes kami lahap bersama, dan tidak mau membuang waktu kamipun segera packing peralatan dan bersiap kembali melanjutkan pendakian. Dari peta sketsa yang disediakan oleh Daniel Zulekha, kuncen gunung ini, kami mengetahui bahwa medan didepan kami yang menuju Pos V Pondok Paninjauan sangat terjal dan benar saja saat kami meninggalkan daerah Bumi Sarasah tanjakan-tanjakan terjal berkisar 70 - 80 derajat menghadang kami bahkan tak jarang ada tanjaakan yang tegak lurus 90 derajat. Ransel 100 liter yang saya bawa terasa semakin berat, dalam hati nyesel juga bawa ransel segede lemari ini. Keadaan vegetasi di mendan ini mulai rendah dan pemandangan kebawah mulai jelas terlihat berupa daerah Pasaman dan pantai barat Sumatera.
Tanjakan semakin curam ditambah lagi dengan banyaknya onak berduri dan tumbuhan perdu yang menghalangi jalan, ini membuat susah untuk melangkah karena tersangkut pada ransel dan pakaian. setelah cukup lama bergulat dengan medan tersebut akhirnya sampai juga di Pos V Pondok Paninjauan. Keadaan Pos ini sangat bersih dan terawat. Di pos ini terdapat sumber air, kami berhenti disini untuk makan siang, kang Ronny yang telah sampai dari tadi telah menyiapkan alat masaknya, rupanya dia sudah tak tahan dengan perutnya yang sudah mulai berteriak agar segera di isi. Sambil menunggu makanan masak saya sempatkan juga untuk mengecek email dari teman-teman milis, dan beberapa SMS masuk yang isinya mencemaskan keadaan kami karena adanya gempa..., terima kasih teman...., atas perhatiannya..... ingin membalas semua sms tersebut tapi berhubung batery HP mulai menipis terpaksa niat tersebut diurungkan. Akhirnya makanan yang ditunggu siap juga untuk disantap, kamipun makan indomie telur yang dicampur sayuran tersebut dengan lahap agar energi yang terkuras tadi segera mendapatkan gantinya.
Selepas Pos V Pondok Paninjauan, keadaan jalan setapak makin terjal dengan tumbuhan perdu yang tidak begitu tinggi di kiri kanan jalan. Akan tetapi semua itu terobati dengan pemandangan lepas yang bisa dilayangkan kearah Pasaman dan pantai barat Sumatera. Ada jalan setapaknya yang menyusuri sungai kecil yang berair jernih, beberapa kali saya minum langsung dari air sungai yang berasa sangat segar ini. Itulah enaknya naik Gunung Talamau selain pemandangan yang indah, kita juga tidak takut kehabisan persediaan air.
Tak lama kemudian kami sampai juga di penghujung tanjakan terjal tersebut, dan jalan setapaknya kemudian agak membelok kekiri tapi kembali semak dan onak berduri serta tumbuhan perdu yang menutupinya membuat susah bergerak karena selalu menempel pada ransel dan baju. Setelah menerobos medan jalan setapak ini, jalan mulai mendatar dan terakhir setelah menyeberangi sebuah sungai kecil yang kering, akhirnya kami sampai di Padang Sirimanjaro. Ada sebuah papan nama yang bertuliskan nama padang ini yaitu "Sirimanjaro" dan menurut kepercayaan penduduk setempat pandang yang luasnya 20 hektar ini dijaga oleh seorang kiyai (baca: Jin Islam), dan setiap pendaki yang memasuki tempat ini harus mengucapkan "Asalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh". Jika tidak, sang Kiyai akan tidak senang, dan menurut cerita dari sang Kuncen Gunung ini yaitu Bang Daniel, pernah ada pendaki yang ditegor langsung oleh kiyai ini karena tidak mengucapkan salam tersebut, tentu kiyai tersebut muncul dengan dibumbui kejadian mistis yang tidak bisa diterima oleh akal. Padang Siranjano juga merupakan rumah dari banyak binatang, seperti rusa, tapir, Kambing,babi hutan dan lain-lain. Tanahnya berlumut dan berair menunjukan kadar air yang tinggi didaerah ini, jika kita edarkan pandangan kesebelah Utara tampak megah berdiri puncak Gunung Talamau yang bernama Puncak Trimartha (2912m dpl). Menurun kearah kiri dari puncak Tri Martha ada sebuah puncak yang disebut dengan Puncak Putri Nawang Surau permaisuri dari Rajo Imbang Langik. Rajo Imbang Langik adalah raja daerah Pasaman dahulu kalanya dan puncak Gunung Pasaman dikenal juga dengan nama raja ini. Gunung Talamau tegak berjejer dengan dua gunung lainnya yaitu Gunung Ophir dan Gunung Pasaman. Gunung Pasaman adalah yang kedua tertinggi dan di ikuti kemudian oleh Gunung Ophir.
Kira-kira 5 menit berjalan kami menemukan telaga pertama yang cukup dalam dan curam dengan lebar kurang lebih seperempat hektar. Telaga ini bernama Telaga Siuntuang Sudah. Dan tidak jauh dari telaga ini berjarak sekitar 5 meter ada sebuah telaga kecil bernama Telaga biru. Bagaikan lupa daratan kami berempat asyik dengan mengabadikan keindahan daerah puncak Gunung Talamau ini. Belum habis rasa takjub kami kembali sebuah pemandangan indah menyergap mata, yaitu sebuah telaga besar berair tenang dan jernih. Telaga ini bernama Telaga Putri Sangka Bulan, luasnya kira-kira satu hektar. Ditengah-tengah telaga terdapat sebuah batu kecil mirip sebuah pulau. Menurut hikayat cerita penduduk setempat, Putri Sangka Bulan adalah seorang putri yang berasal dari sebuah kerajaan dilereng Gunung Marapi, kemudian dia pindah dan berjalan kaki kearah Pasaman. Sampai didaerah Lubuk Asam tepatnya didesa Jambat, dia berhenti beristirahat didekat sebuah sungai yang tenang yang dalam bahasa setempat disebut juga dengan lubuk. Dia beristirahat sembari memakan sirih, kebetulan sewaktu menyiapkan sirihnya jatuhlah sekeping kapur sirihnya kedalam sungai (lubuk) tersebut, maka diapun bergumam "Lah Jatuah kedalam lubuak sakapiang" yang artinya telah jatuh kedalam lubuk sekeping, maka jadilah daerah tersebut dikenal dan kemudian bernama Lubuk Sikaping, yang kemudian menjadi ibukota Pasaman. Kemudian sang putri meneruskan perjalanannya menuju puncak gunung Pasaman dan bersemayam disana. Karena di puncak gunung Pasaman tidak ada air, maka diapun sering mengunjungi puncak Gunung Talamau untuk mandi si sebuah telaga. Telaga tempat mandinya tersebutlah yang kemudian diberi nama sesuai namanya yaitu Telaga Putri Sangka Bulan. Dan menurut kepercayaan penduduk setempat juga jika mandi (bukan berenang karena sekarang sudah dilarang berenang disana) air telaga Putri Sangka Bulan ini akan awet muda..., benar atau tidak hanya tuhan yang tahu.
Kami mencari tempat untuk lokasi tenda, akhirnya kami memutuskan untuk mendirikan tenda diantara telaga-telaga tersebut Saat satu tenda berdiri, tiba-tiba kang Ronny kontak lewat HT dia mengatakan ada lokasi yang jauh lebih bagus yaitu tepatnya persis dipinggir Telaga Putri Sangka Bulan ditepi sebelah barat, akhirnya kami pindah kesana dan benar saja, jarak lokasi tenda kami ketepi telaga hanya berjarak 5 meter. Setelah tenda berdiri, saya menyempatkan diri untuk santai sejenak menikmati suasana indahnya Telaga ini, dan takala senja jatuh diatas telaga, keindahan telaga ini semakin memukau pantas saja Putri Sangka Bulan menjadikan telaga ini sebagai tepian mandinya. dan menurut cerita legenda penduduk setempat juga, pada waktu-waktu tertentu turun putri-putri untuk mandi di telaga ini. Wah.... kapankah waktu itu..???? kalau seandainya sore ini ada putri yang mandi.., waduh.... asyik juga nih nonton putri mandi...heheheheheh..., pikiran saya mulai melantur dan sebelum jauh melantur paggilan Tammy menanyakan masalah masak apa malam ini pun membuyarkan lamunan saya.
Setelah kemaren malam gagal acara masaknya gara-gara saya masuk angin di Pondok Bumi Sarasah, maka malam ini saya tebus dengan memasak, goreng tempe balado, perkedel kornet, sayur tumis buncis dan Kol, ditambah lauk opor ayam. Dan kemudian kamipun asyik makan malam dengan lahapnya, sementara senja semakin jatuh diatas telaga dan langitpun semakin merona merah dan jingga. Lambat-laun gelapun mulai menyelimuti daerah puncak Talamau. Beruntung kami hari ini, angin yang biasanya bertiup kencang didaerah puncak ini, tapi hari ini tenang sekali seolah para putri yang bersemayam dipuncak ini merestui kehadiran kami disini. Saat malam semakin beranjak, kamipun mulai masuk bergelung kedalam sleeping bag masing-masing, dan sayapun mulai memejamkan mata tapi dibenak ini masih bemain-main cerita tentang Putri Sangka Bulan. Mudah-mudahan sang Putri tidak suka mandi malam, soalnya saya sudah terlanjur masuk kedalam kehangatan sleeping bag, masak sih harus keluar untuk menyaksikan dia mandi...hehehehehehehe..... Dan tak lama kamipun tenggelam dibuai mimpi masing-masing.....Kang Ronny yang tidur satu tenda dengan saya sudah membangunkan kami, rupanya tidur saya lelap sekali tadi malam karena seakan malam terasa pendek sekali tahu-tahu sudah pagi. Kami segera mempersiapkan diri untuk melakukan pendakian ke puncak, karena persiapan barang-barang yang akan dibawa sudah dilakukan dari semalam, maka tidak begitu lama kemudian langkah kaki kami sudah menapaki jalur pendakian menuju puncak. Tidak lama berjalan disebelah kanan jalan setapak ada lagi sebuah telaga yang tertutup oleh tumbuhan yang lebat dipinggirnya, Telaga ini kemudian saya ketahui namanya dari Bang Daniel dengan nama Telaga Dewa.
Dari Telaga Dewa kita bisa memandang lepas ke jejeran gunung-gunung yang ada di Ranah Minang ini, pagi hari ini sangat cerah dan tampak jelas berdiri berjejer Gunung Talang, Gunung Marapi, Gunung Singgalang dan Gunung Tandikek. Pagi ini tampak Gunung Marapi mengeluarkan asapnya. Setelah mengambil beberapa photo dan merekam suasana dengan handycam saya melanjutkan pendakian menyusul ketiga sobat yang sudfah duluan. Jalur pendian mendekati puncak cukup curam bahkan ada yang tegak lurus 90 derajat, banyak batu-batu besar yang membuat kami harus meloncat dari satu batu kebatu lain. Tepat jam 06.30 pagi kami sampai di puncak Trimartha, puncak tertinggi Gunung Talamau. Segera pemandangan indah dari puncak menyergap mata kami, kembali kami mengarahkan camera ke perbagai penjuru untuk mengabadikan pagi yang indah ini dari atap Ranah Minang. Tiang penunjuk ketinggian di puncak ini sudah hancur dan digantikan oleh sebatang besi yang ditancapkan dan diatasnya ada sebuah kubah mesjid kecil. Belakangan kami tahu rupanya yang memasang besi dan kubah kecil mesjid itu adalah Bang Daniel sendiri.
Ada 9 telaga yang bisa dilihat dari puncak, selain itu kami juga bisa melihat beberapa puncak lainnya yaitu, Puncak Rajo Imbang Langik, Puncak Rajo Dewa, Puncak Bukit berbunga, Dan Puncak Rajo di Batuang. Tentu nama-nama puncak tersebut tidak saya ketahui sebelumnya, dan setelah bercerita dengan Bang Daniel baru detail nama-nama puncak gunung Talamau bisa saya ketahui. Saat di puncak saya menyempatkan diri untuk posting di ke milis highcamp, sementara Kang Ronny, Tammy dan Lastri mengunjungi Puncak Rajo Imbang Langik dan Puncak Rajo Dewa. Sementara GPS menunjukan posisi saya berada pada 00° 04' 43.2" LU 099° 59' 02.1" BT dan berada pada ketinggian 2920m dpl (sedikit menyimpang dari ketinggian sebenarnya 2912m dpl ini adalah hal yang biasa pada GPS).
Dari kemaren kami saya tahu berita Gn. Talang meletus dari milis highcamp dan juga dari SMS teman-teman tapi pagi ini saya lihat puncak Gunung Talang tampak tenang dan tidak asap secuilpun di puncaknya. Lambat laun matahari mulai meninggi dan sekitar jam 07.30 kami turun kembali menuju basecamp kami di pinggir Telaga Putri Sangka Bulan. Di basecamp kami mulai menyiapkan makan pagi sebelum turun, ini perlu sekali mengingat medan yang akan ditempuh cukup jauh dan turunannya terjal. Saat makan sengaja saya memilih duduk dipinggir telaga sembari berharap rusa yang saya lihat kemaren muncul lagi, kemaren sore sewaktu berdiri di telaga ini saya melihat rusa yang akan minum tapi sebelum sempat saya photo atau rekam dengan handycam dia sudah keburu kabur. Rusa tersebut kecil tubuhnya mirip kancil dan buntutnya berwarna putih bergaris hitam. Sampai nasi di piring saya habis, sang rusa tidak muncul lagi. Setelah selesai makan dan packing kami mulai bergerak meninggalkan tepian Telaga Putri Sangka Bulan, berat hati meninggalkan keindahan kawasan telaga ini, namun kami harus segera turun karena hari sudah semakin siang, mudah-mudahan nanti kami tidak kemalaman dijalan dan sampai di Pos II harimau Campo sebelum hari gelap.
Serwaktu turun kembali kami bergelut dengan semak dan onak berdiri yang memenuhi jalur hingga sampai ke Pos Paninjanuan. Jarak yang jauh dari satu pos ke pos yang lain cukup membuat BT ditambah lagi dengan serangan pacet. Tapi rupannya dibandingkan kemaren ketiga teman saya lebih kalem karena pacet sudah tidak berani menyerang mereka, rupanya mereka telah menemukan resep anti pacet yang manjur yaitu apa yang mereka sebut dengan "Cream Anti Pacet" rupanya cream tersebut adalah sabun cair yang langsung dioleskan pada kaki tanpa memakai air. Jadi para pacet ogah mendekati kaki mereka...MMhmm... sangat kreatif, sedangkan saya tetap mengandalkan "gaiter anti pacet" dan "pacet repelent" yang memang sudah teruji sewaktu mendaki kemaren. Hari semakin siang pos Bumi sarasah pun telah dilewati, sementara ransel 100 liter di punggung mulai terasa semakin berat, padahal isinya sudah jauh berkurang. Beberapa kali kami terduduk jatuh karena jalur yang curam dan licin dan ditambah lagi banyaknya pohon yang menghalangi jalan. Sangat menyiksa sekali karena harus membungkuk kadang merangkak tapi masih saja ransel tersangkut, sementara sang pacet terus mengintai terus untuk mendapat kesempatan menempel pada tubuh kami. Kehilangan jalan setapakpun cukup sering kami alami, tapi setelah hati-hati lagi melihat string line dan memperhatikan jalan akhirnya kami bertemu lagi dengan jalan setapak yang benar. Memang sewaktu turun lebih mudah kesasar di banding sewaktu naik, ini dikarenakan juga karena faktor fisik yang sudah kecapean sehingga terkadang kewaspadaan jadi berkurang. Sewaktu mendekati daerah bukit Hariamu Campo, kami menemukan jejak kaki harimau yang masih baru. Cukup besar, Tammy menyempatkan diri untuk memotretnya, saat itu jarum jam sudah menunjukan pukul 17.05 sudah sore dan sebentar lagi gelap, kami harus buru-buru mencapai pondok Harimau Campo agar tidak kemalaman dijalan.
Tepat saat gelap menjelang sekitar jam 18.15 kami sampai juga di Pos II Pondok Harimau Campo, rupanya sang pemilik pondok yaitu Bang Daniel ada disana, dan kami berkenalan dan ngobrol sebentar, obrolan saya terhenti karena harus mendirikan tenda. Dan setelah tenda berdiri sembari ngobrol saya memasak makan malam, bahan bakar sudah menipis. Jadilah kami memasak secukupnya, sementara obrolan denan Bang Daniel semakin asyik apalagi Ronny, hingga saya, Lastri dan Tammy masuk tenda Kang Ronny berdua dengan Bang Daniel masih mengobrol, saya masih terjaga saat hujan turun dan setelah itu saya sudah terlelap dibuai suara titik hujan yang jatuh di atas tenda.
Pagi harinya saya terbangun dan rupanya Kang Ronny tidak tidur di tenda semalam tapi di Pondok bersama Bang Daniel, sembari menyiapkan sarapan kami kembali ngobrol dengan Bang Daniel, mengenai gunung Talamau dan juga mengenai pengalaman masing-masing. Sosok Bang Daniel ini sepertinya susah untuk dicari duanya, dia adalah seorang putra daerah yang benar-benar mengabdikan hidupnya pada kegiatan pendakian gunung khususnya Gunung Talamau, pria sederhana berumur sekitar 40 tahun ini, sudah mendaki sebanyak 31 gunung di Indonesia dan semua itu dilakukannya dengan cara bersepeda dan akhirnya berjalan kaki keliling Indonesia, tapi yang membuat saya angkat topi adalah dedikasinya pada gunung Talamau ini, dia lah yang membangun setiap pos pada jalur pendakian Talamau ini. Seorang diri dia membangunnya, berhari-hari dia habiskan waktunya untuk membangun pos-pos tersebut seorang diri dengan modal sendiri, dan juga setiap rambu-rambu penunjuk jalan juga dia bawa sendiri dan pasang sendiri. Memang dia saat ini adalah tenaga honorer dari Dinas Pariwisata Sumbar, akan tetapi uang honornyapun lebih banyak terpakai untuk mejaga jalur Talamau ini. Bahkan dia juga seorang diri merintis dan membangun jalur turun ke Gunung Pasaman, menurut ceritanya selama 18 hari dia di hutan untuk merampungkan jalur turun dan membangun pos di Gunung Pasaman. Dan terakhir dia juga sudah membuat jalur lain dari Desa Malapah Pasaman Timur, kembali dia lakukan seorang diri dan modal sendiri. Aturan pendakian gunung Talamau pun dia buat sendiri dengan mengadopsi beberapa aturan pendakian gunung yang ada di beberapa daerah di Indonesia. Kadang dia naik ke Talamau seorang diri untuk membersihkan jalur dan memungut sampah jika ada, tapi dari pengamatan kami selama 4 hari di Talamau, gunung ini bebas sampah. Bahkan penduduk setempat angkat topi, ada seorang bapak di desa Pinaga mengatakan, belum pernah dia melihat orang yang mampu melakukan seperti yang dilakukan oleh Bang Daniel. Bang Daniel hanya mengatakan dirinya seorang pecinta alam, dan memang dari dedikasinya selama ini dia layak menyandang sebutan tersebut, tidak hanya sebutan sebagai gagah-gagahan.
Tak terasa hari semakin siang, kami buru-buru packing dan harus segara turun menuju desa Pinaga dan langsung berangkat menuju kota Bukittinggi. Sewaktu akan turun Bang Daniel menolak uang restribusi yang kami bayarkan, kamipun bingung. Dia bilang melihat sampah yang kami bawa turun hingga ke Hariamu Campo saja sudah cukup buat dia. Sekarang menurut dia uang restribusi tidak diwajibkan karena PEMDA sendiri tidak mewajibkannya, jadi dia tidak mewajibkan para pendaki untuk membayarnya. "hitung-hitung membantu sesama pendaki" begitu katanya dengan logat Minang yang kental. Tapi kami tetap memaksa karena merasa telah merepotkan Bang Daniel, dengan berat hati akhirnya dia menerimanya kemudian dia memberikan buku cerita perjalanan dia selama keliling Indonsia dan juga VCD tentang Gunung Talamau dan Gunung Pasaman yang dia buat sendiri. Setelah berfoto bersama dan saling berjabat tangan kamipun segera turun, selama diperjalanan kembali saya ngobrol dengan Bang Daniel dengan memakai HT. Macam-macam yang kami obrolkan, rupanya dia sangat suka "ngebreak". Hingga perjalanan yang cukup jauh ke Desa Pinaga tidak begitu terasa karena saya ditemani obrolan dengan Bang Daniel.
Didesa pinaga kami menumpang istirahat di rumah penduduk dipinggir jalan, dan mandi di sungai yang berair jernih.., ahhh.... seger sekali setelah 4 hari tidak mandi bau nadan ini sudah seratus rupa....., sejuknya air sungai memulihkan kesegaran badan. Sekitar jam 13.00 kami sudah berada di kendaraan menuju kota Simpang Ampek dan selanjutnya menuju Bukittinggi, tapi ternyata sampai di Simpang Ampek mobil yang ke Bukittinggi telah berangkat. Rupanya mobil terakhir yang berangkat ke Bukittinggi hanya sampai jam 13.00 siang, sekarang tinggal satu mobil di terminal itupun tujuan ke Pekan Baru, lalu sopirnya bilang bisa naik sampai ke Bukittinggi tapi jika ada penumpang yang ke Pekan Baru naik di Jalan kami harus mengalah dan duduk di bangku serep. Ya... ngga apa-apalah pikir kami dari pada buang waktu satu hari lagi disini. Sekitar jam 16.00 mobilpun berangkat, kami melewati Danau Maninjau dan singgah berhenti makan disini. Danau yang terkenal di manca negara ini tampak berkabut sore itu. Namun sayang "Kelok 44" yang terkenal itu kami lewati saat hari sudah gelap jadi pemandangan Danau Maninjau tidak bisa kami nikmati. Sekitar jam 20.30 kami sampai di kota Bukittinggi, babak pertama perjalan kami telah berakhir dan selanjutnya menunggu Lembah Harau untuk di explore.........
Tidak ada komentar:
Posting Komentar